Asri SI BOCAH TENGIL #6 Misteri Kotak Bekal yang Hilang

Misteri Kotak Bekal yang Hilang

Pagi masih muda, tapi hiruk-pikuk sekolah sudah seperti pasar tiban. Kaki-kaki kecil berlarian di lorong kelas, suara obrolan bercampur tawa bersahutan, seperti orkestra tanpa konduktor. Udara bercampur aroma seragam yang masih basah kena setrikaan ibu-ibu semalam, dan sisa embun yang malas menguap di lapangan sekolah. Di antara semua keriuhan itu, Asri duduk di bangkunya dengan raut wajah tak biasa. Ada sesuatu yang hilang. Sesuatu yang lebih penting dari PR Matematika yang kemarin hampir membuatnya mati berdiri di depan kelas.

Kotak bekalnya.

Asri mengedarkan pandangan ke sekeliling kelas. Tasnya sudah dibongkar tiga kali, laci meja juga diperiksa ulang. Nihil. Kotak bekal berwarna hijau terang dengan stiker karakter kesayangannya lenyap entah ke mana.

Rini yang duduk di sebelahnya menatap heran. "Kenapa, As? Kok kayak kehilangan separuh nyawa?"

"Kotak bekalku hilang, Rin. Padahal tadi pagi aku yakin banget naruhnya di tas."

Adit yang baru saja duduk ikut menimpali. "Siapa tahu ketinggalan di rumah?"

Asri menggeleng kuat. "Nggak mungkin, Dit. Aku bahkan bisa membayangkan betapa indahnya nasi goreng buatan ibu tadi pagi, lengkap dengan telur dadar yang dikerat tipis-tipis kayak di restoran. Mana mungkin aku lupa naruh?"

Mata Rini menyipit. "Kalau nggak ketinggalan di rumah, berarti… hilang di sekolah?"

Asri dan Adit saling berpandangan. Hilang di sekolah? Ini bukan sekadar kasus kehilangan barang biasa. Ini adalah kasus besar. Kasus yang harus dipecahkan sebelum jam istirahat tiba. Sebab, jam istirahat tanpa kotak bekal sama saja seperti pelajaran tanpa bel pulang—menyiksa.

"Baiklah," kata Asri akhirnya, memasang ekspresi seperti detektif yang baru saja mengambil kasus terbesarnya. "Kita harus cari tahu siapa pelakunya."

Adit mengangkat tangan. "Tunggu. Kenapa kita langsung mikir ini dicuri? Bisa aja jatuh atau tertukar."

"Coba pikir, Dit. Kalau jatuh, pasti ada yang lihat. Kalau tertukar, harusnya ada yang ngaku. Tapi sampai sekarang, kotak bekalku masih nggak ada. Ini pasti ulah seseorang."

Rini menyandarkan dagu di tangannya. "Jadi kita mulai dari mana?"

Asri menatap sekeliling kelas. Wajah-wajah polos teman-temannya kini berubah menjadi tersangka potensial dalam kepalanya. Lalu matanya tertumbuk pada satu sosok di pojokan kelas. Bowo.

Si kutu buku ini memang dikenal jenius dalam urusan pelajaran. Tapi di balik kejeniusannya, ada kebiasaan yang mencurigakan: dia sering membawa bekal, tapi jarang terlihat benar-benar makan. Bisa jadi, ini bagian dari rencananya selama ini.

"Bowo," panggil Asri, mendekati meja sang jenius.

Bowo menatapnya dari balik kacamatanya. "Kenapa, As? Ada soal Matematika yang nggak kamu mengerti lagi?"

"Bukan. Ini lebih serius. Kotak bekalku hilang."

Bowo mengangkat alis. "Dan kamu pikir aku yang ambil?"

"Kamu selalu bawa bekal, tapi aku jarang lihat kamu makan. Ini bukti pertama."

"Bekalku nggak hilang, jadi aku nggak perlu mencuri bekal orang lain. Itu bukti pertama versiku," balas Bowo santai.

Asri mendecak. Oke, target pertama lolos dari kecurigaan.

Rini yang sejak tadi diam akhirnya bersuara, "Gimana kalau kita cari di tempat-tempat yang nggak terduga? Misalnya, di ruang guru, kantin, atau bahkan di kelas lain? Bisa aja seseorang nemu kotak bekalmu dan lupa balikin."

"Setuju," kata Asri. "Ayo kita mulai investigasi."

Mereka bertiga berpencar. Adit ke kantin, Rini ke ruang guru, dan Asri menyisir lorong kelas. Ia bertanya ke beberapa teman, tapi tak ada yang melihat bekalnya. Sampai akhirnya, di dekat rak sepatu, ia melihat sesuatu yang familiar—sebuah tutup hijau dengan stiker karakter yang dikenalnya.

Dengan langkah cepat, Asri menghampiri. Itu benar-benar tutup kotak bekalnya! Tapi anehnya, kotaknya sendiri tidak ada.

"Hei, kalian! Sini! Aku nemu sesuatu!" serunya memanggil Rini dan Adit.

Mereka segera berkumpul. "Lho, kok cuma tutupnya? Mana kotaknya?" tanya Rini.

Adit mengangkat tutupnya, mengamatinya dengan seksama. "Ini nggak sengaja jatuh atau sengaja disembunyikan?"

Asri menatap sekeliling. "Kayaknya ada yang mau bikin aku panik. Tapi siapa? Dan kenapa?"

Saat mereka bertiga masih berpikir keras, tiba-tiba terdengar suara tawa pelan dari belakang rak sepatu. Tawa yang khas, seperti seseorang yang menikmati keusilan yang baru saja diperbuat.

Mereka bertiga saling berpandangan. Tanpa berkata-kata, mereka bergerak ke belakang rak sepatu, dan di sana, berjongkok dengan wajah penuh kemenangan, adalah... Dono.

Si tukang jahil kelas. Tangannya masih menggenggam kotak bekal Asri yang terbuka, isinya sudah setengah habis.

"Dono!" teriak Asri, setengah marah, setengah tak percaya.

Dono nyengir, mulutnya masih penuh dengan nasi goreng. "As, enak banget bekalmu. Coba tiap hari bawa lebih ya?"

Asri mendengus, sementara Rini menepuk jidat dan Adit hanya bisa geleng-geleng kepala. Misteri ini akhirnya terpecahkan. Dan meskipun ia berhasil mendapatkan kembali kotak bekalnya, Asri sadar satu hal:

Di sekolah ini, ada yang lebih berat dari PR Matematika.

Yakni, menjaga bekal tetap utuh sampai jam istirahat.

Bersambung....


Jika kamu menikmati kisah-kisah yang kutulis di blog ini dan ingin menjadi bagian dari perjalanan ini, kamu bisa memberi dukungan lewat:

 Karyakarsa
🍩 Trakteer

Dukunganmu akan jadi bahan bakar untuk menulis lebih banyak kisah, lebih jujur, lebih hidup.
Terima kasih sudah membaca, menemani, dan memberi ruang untuk cerita-cerita ini tumbuh. 🌿

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LUKISAN TANPA WAJAH #12 Pintu Kedua [Cerita Misteri]

 Pintu Kedua Kabut malam kembali turun dengan pekatnya, seperti tirai tipis yang mengaburkan batas antara nyata dan mimpi. Saat aku membuka ...