LUKISAN TANPA WAJAH #2 Bayangan dalam Kanvas [Cerita Misteri]

Bayangan dalam Kanvas

Aku tidak ingat kapan terakhir kali aku mengalami insomnia seburuk ini. Sejak perbincangan dengan Arman semalam, pikiranku terus-menerus dipenuhi oleh pertanyaan yang belum terjawab. Kenapa dia tiba-tiba tertarik dengan koleksi lukisanku? Apa yang sebenarnya ingin dia katakan?

Aku menatap cangkir kopi yang sudah dingin di meja. Sejak tadi pagi, aku hanya duduk di ruang kerjaku, mengamati lukisan yang sama—lukisan tanpa wajah yang seolah memiliki rahasia yang enggan diungkap. Aku mencoba mencari makna di dalamnya, mencoba mengingat dari mana aku mendapatkannya, tapi jawabannya terus menghindariku.

Aku menyandarkan tubuh di kursi dan menghela napas panjang. Pikiranku masih tertuju pada kejadian semalam. Kenapa aku terbangun di depan lukisan ini? Aku bukan tipe orang yang sering berjalan dalam tidur, apalagi sampai berdiri diam menatap sesuatu selama berjam-jam. Aku merasakan sensasi tidak nyaman setiap kali menatap lukisan itu lebih lama dari yang seharusnya.

Tapi aku tidak bisa berhenti.

Aku melirik jam di dinding. Masih ada beberapa jam sebelum aku harus bertemu dengan Arman di kafe DeLume. Mungkin aku harus melakukan sesuatu untuk mengalihkan pikiranku. Aku bangkit dari kursi, berjalan ke rak buku, dan mengambil katalog lelang yang kusimpan sejak bertahun-tahun lalu.

Jika aku bisa menemukan asal-usul lukisan ini, mungkin aku bisa memahami kenapa perasaan aneh ini terus menghantuiku.

Aku membuka halaman demi halaman, membaca daftar karya seni yang pernah kubeli. Beberapa lukisan aku ingat dengan jelas; bagaimana aku mendapatkannya, dari siapa, bahkan di mana aku menawarnya. Tapi tidak ada satu pun yang menyebutkan lukisan tanpa wajah itu. Aku mengerutkan kening. Ini aneh.

Aku kembali ke meja kerja, membuka laptop, dan mulai mencari catatan digital dari setiap lelang yang pernah kuikuti. Aku mengetikkan berbagai kata kunci: lukisan tanpa wajah, abstrak, anonim, tapi tidak ada satu pun hasil yang cocok dengan lukisan yang kini tergantung di dinding ruanganku.

Aku menatapnya lagi, merasa ada sesuatu yang luput dari perhatianku. Mungkin aku harus melihatnya lebih dekat.

Aku berdiri dan berjalan ke arah lukisan itu. Semakin dekat, semakin aku merasa ada sesuatu yang berubah. Warna-warna di dalamnya terlihat lebih suram dari biasanya, seolah ada lapisan baru yang muncul dalam kegelapan kanvas. Aku mengangkat tangan dan menyentuh permukaannya. Catnya terasa sedikit kasar, tapi ada bagian tertentu yang terasa lebih halus. Seolah-olah ada sesuatu yang pernah tertutup di sana.

Aku mundur selangkah, mencoba menenangkan detak jantungku yang entah kenapa semakin cepat. Aku merasa seolah sedang menyentuh sesuatu yang seharusnya tidak kuganggu.

Malam sebelumnya, saat aku berdiri di hadapan lukisan itu, ada kilasan aneh yang muncul dalam benakku. Sebuah lorong panjang, suara langkah kaki, dan aroma cat minyak yang menyengat. Seolah aku pernah berada di suatu tempat yang berhubungan dengan lukisan ini, tapi aku tidak bisa mengingatnya dengan jelas. Bayangan itu samar, seperti memori yang telah lama terkubur.

Aku menutup mata, mencoba menggali lebih dalam. Aku ingat ada seseorang yang berbicara kepadaku dalam bisikan—suara itu terdengar akrab, tetapi wajahnya tidak bisa kulihat. “Kau tidak boleh melupakan ini, Leonard,” suara itu berkata. “Lukisan ini… adalah bagian darimu.”

Aku tersentak dan mundur beberapa langkah. Keringat dingin mengalir di pelipisku. Apa yang baru saja kulihat? Apakah itu sekadar ilusi, ataukah ada sesuatu yang benar-benar terkubur dalam ingatanku?

Aku menyalakan laptop kembali dan membuka folder arsip lama yang pernah kupindai dari catatan pribadiku. Ada beberapa potongan koran yang kusimpan—berita tentang berbagai lelang seni yang pernah kuhadiri, wawancara dengan kolektor, hingga laporan-laporan seni yang menarik perhatianku. Saat aku menggulir layar, sebuah artikel dengan tajuk “Tragedi Galeri Senja: Misteri Pembunuhan di Balik Sebuah Lukisan” membuat napasku tertahan.

Tanganku gemetar saat mengklik artikel itu. Mataku membaca setiap kata dengan cepat, dan sebuah foto di dalam artikel membuat dadaku terasa sesak.

Itu adalah ruangan galeri tua, dengan lampu remang-remang dan dinding yang dipenuhi lukisan-lukisan abstrak. Di tengah ruangan, ada sebuah kursi dengan noda darah yang mengering, dan di dinding belakangnya… tergantung sebuah lukisan yang sangat familiar.

Lukisan tanpa wajah.

Aku menatap foto itu dengan ngeri. Ini tidak mungkin. Bagaimana mungkin lukisan yang ada di rumahku sekarang pernah menjadi saksi bisu dari sebuah pembunuhan? Siapa korban yang ada di ruangan itu?

Aku membaca lebih lanjut. Nama korban disebutkan dalam artikel itu: Damar Baskara, seorang kolektor seni ternama yang ditemukan tewas di depan lukisan yang kini tergantung di rumahku.

Baskara.

Aku merasakan jantungku mencelos. Itu nama keluargaku. Nama belakangku.

Tangan kananku mencengkeram sisi meja, mencoba menyangga tubuhku yang tiba-tiba kehilangan keseimbangan. Apakah ini kebetulan? Ataukah ini bagian dari ingatan yang selama ini terhapus dari pikiranku?

Pikiran itu terlalu mengerikan untuk diterima. Jika Damar Baskara memiliki hubungan denganku… apakah mungkin dia adalah—

Aku menutup laptopku dengan cepat, napasku memburu. Aku tidak bisa menerima ini. Aku tidak siap untuk menghadapinya. Namun, jauh di dalam benakku, aku tahu bahwa misteri ini sudah mulai terbuka sedikit demi sedikit.

Aku harus mencari tahu kebenarannya. Tapi di saat yang sama, aku takut akan apa yang mungkin kutemukan.


Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LUKISAN TANPA WAJAH #12 Pintu Kedua [Cerita Misteri]

 Pintu Kedua Kabut malam kembali turun dengan pekatnya, seperti tirai tipis yang mengaburkan batas antara nyata dan mimpi. Saat aku membuka ...