Yang Tak Pernah Selesai Dalam Kepala
Aku ini, Nak,
orang yang pandai sekali mendengar.
Pandai mengangguk—bahkan saat hati sendiri sedang menjerit minta dipeluk.
Orang-orang datang padaku.
Mereka bercerita tentang luka-luka mereka,
tentang ayah yang tak pernah pulang,
tentang ibu yang terlalu sering menangis di dapur,
tentang cinta yang patah di ujung pesan tak terbalas.
Dan aku duduk di situ,
jadi tempat sampah yang sopan.
Tempat luka dibuang dan ditinggal pergi.
Tapi tahu, Nak?
Orang macam aku ini...
kalau mau cerita balik,
malah diam.
Karena kami takut.
Takut dibilang cengeng.
Takut dianggap terlalu rumit untuk dimengerti.
Takut dicap beban,
oleh orang-orang yang katanya “ada buat kita.”
Akhirnya aku hanya duduk sendiri,
di pojok kepala yang ramai oleh suara-suara tak diucapkan.
Aku ini, Nak,
Yang kalau bilang “nggak apa-apa,”
itu bukan karena tak ada apa-apa,
tapi karena tak tahu harus mulai dari mana.
📖 Baca Puisi Lainnya:
🔗 Di Dalam Dingin
Jika kamu menikmati kisah-kisah yang kutulis di blog ini dan ingin menjadi bagian dari perjalanan ini, kamu bisa memberi dukungan lewat:
Dukunganmu akan jadi bahan bakar untuk menulis lebih banyak kisah, lebih jujur, lebih hidup.
Terima kasih sudah membaca, menemani, dan memberi ruang untuk cerita-cerita ini tumbuh. 🌿
Tidak ada komentar:
Posting Komentar